Selasa, 18 Januari 2022

Bagaimana Cara Belanda Menumpas Pemberontakan PKI Di Banten Dan Minangkabau ( 1926-1927 )

 


    Menurut laman daerah.sindonews.com dan sejarawan Belanda Marieke Bloembergen dalam bukunya berjudul Polisi Zaman Hindia Belanda Dari Kepedulian Dan Ketakutan ( 2010) menyebutkan bahwa pemberontakan PKI di tahun 1926-1927 merupakan pemberontakan pertama kaum pergerakan nasional Indonesia melawan Pemerintah kolonial Belanda. Dalam pemberontakan itu golongan komunis dan Islam bersatu melawan Pemerintah kolonial Belanda. Ini untuk pertama kalinya dan terakhir kalinya  golongan komunis bekerja sama dengan golongan Islam memberontak melawan penjajah Belanda.

  Pemberontakan ini dimulai ketika ajaran Marxisme dan Leninisme masuk ke Indonesia melalui tokoh-tokoh komunis Belanda yaitu H. M. Sneevliet, Pieters Bersgma, dan Brandsteder ke dalam Sarekat Islam ( ( SI ) pimpinan Haji Umar Said Cokroaminoto. Masuknya paham komunisme ke dalam SI menyebabkan SI terpecah dua yaitu SI Merah yang condong ke komunis dipimpin oleh Darsono, Muso, Tan Malaka, Semaun, dan Alimin Prawirodirdjo dan SI Putih yang condong ke Islam yang dipimpin oleh H O S Tjokroaminoto, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis pada tahun 1920. Muso, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo adalah murid-murid H O S Tjokroaminoto. Belakangan Muso dan Alimin Prawirodirdjo terlibat dalam peristiwa SI Afdeeling B melawan Pemerintah kolonial Belanda di Cimareme, Garut, Jawa Barat, pada tahun 1919.  

 Pada bulan Mei 1920 tokoh-tokoh SI Merah bersama dengan Brandsteder, Pieter Bergsma, dan H. M. Sneevliet mendirikan Indische Sociaalistische Democratisch Vereeniging/ ISDV ( Perserikatan Sosialis Demokrat Hindia ). Pada bulan Mei  1923 ISDV berganti nama menjadi PKI ( Partai Komunis Indonesia ). 

 Pada 1919 Belanda menangkap dan kemudian menjebloskan Muso dan Alimin ke dalam penjara dan baru bdibebaskan dari penjara pada tahun 1923. Pada tanggal 22 Maret 1922 Pemerintah kolonial Belanda menangkap Tan Malaka dengan tuduhan memprovokasi pemogokan buruh pelabuhan Tanjung Priok di Batavia dan kemudian mengasingkannya ke Belanda.

 Pada 9 Mei 1923  PKI memprovokasi pemogokan buruh kereta api dan trem VSTP ( Vereeniging Spoor En Tram Personeel ) di seluruh Pulau Jawa. Pada 10 Mei 1923 Pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan pasal 161 bis ter Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ) tentang larangan mengadakan rapat dan berkumpul bagi orang-orang pribumi di Hindia Belanda. Atas dasar peraturan inilah Pemerintah kolonial Belanda menangkap tokoh PKI, Semaun, dengan tuduhan memprovokasi pemogokan buruh kereta api dan trem itu dan kemudian mengasingkannya ke Belanda atas permintaan Semaun.

 Pada 25 Desember 1925 tokoh-tokoh PKI seperti Muso, Ali Archam, dan beberapa tokoh PKI lainnya mengadakan suatu pertemuan di kompleks Candi Prambanan di perbatasan Yogyakarta-Jawa Tengah. Pertemuan itu membahas rencana pemberontakan PKI pada tahun 1926. Namun Tan Malaka yang saat itu berada dalam pengasingan di Belanda menentang rencana pemberontakan itu dengan alasan bahwa rencana pemberontakan itu kurang persiapan dan kurang terorganisir. Pemerintah kolonial Belanda berhasil menumpas pemberontakan komunis itu kemudian menangkap dan mengasingkan para tokohnya ke Boven Digul di Papua. Sebagian dari mereka dijatuhi hukuman gantung.

Pada 1 Januari 1927 terjadi Pemberontakan PKI di bawah pimpinan Datuk Haji Batuah di Silungkang, Sawahlunto, Sumatera Barat, terhadap penjajah Belanda. Namun, Belanda berhasil memadamkan pemberontakan itu kemudian menangkap dan mengasingkan para pemimpin PKI setempat ke boven digul di Papua.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Poenale Sanctie

Poenale Sanctie Sebelum saya sebagai penulis memberikan informasi kepada anda tentang Poenale Sanctie, pe...