Perang Padri
Menurut info yang dikutip dari www.kompas.com dan wikipedia Perang Padri adalah perang yang terjadi di wilayah Kerajaan Pagaruyung di Sumatera Barat antara golongan Padri dengan golongan adat. Penyebab terjadinya Perang Padri adalah pertentangan golongan Padri atau kelompok-kelompok ulama terhadap kebiasaan-kebiasaan buruk yang terjadi di kalangan masyarakat Minangkabau saat itu seperti menyabung ayam, judi, minuman keras, atau tembakau ataupun hukum matriarkat untuk pembagian warisan.
Namun masyarakat Minangkabau tetap menjalankan kebiasaan itu dan membuat kemarahan kaum adat sehingga timbul peperangan. Perang Padri juga bisa dikatakan sebagai perang saudara di Minangkabau karena perang itu melibatkan etnis Minangkabau dan Mandailing.
Golongan Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan. Sedangkan golongan adat dipimpin oleh Sultan Pagaruyung, Arifin Muningsyah.
Menurut Dra. Siti Waridah Q, Drs. J. Sukardi, dan Drs. P. Sunarto dalam buku Sejarah Nasional dan Umum untuk SMU kelas 2 Kurikulum 1994 menyatakan bahwa Gerakan Padri merupakan suatu gerakan pembaharu Islam di Minangkabau karena mereka telah menunaikan ibadah haji di Mekkah, Saudi Arabia. Sekelompok yang terdiri dari tiga orang haji kembali ke Minangkabau sekitar tahun 1803 atau 1804.
Mereka terpengaruh oleh Gerakan Wahabi yang dipimpin oleh Muhammad Bin Abdul Wahab yang saat itu menguasai Saudi Arabia. Para pemimpin Padri diberi gelar kehormatan Minangkabau untuk guru agama yaitu Tuanku. Kaum Padri mengahdapi perlawanan sengit kaum adat di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, dan dataran-dataran rendah Minangkabau. Namun, perang berakhir dengan kemenangan golongan Padri. Pada tahun 1815 terjadi pembantaian keluarga Kesultanan Pagaruyung di Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.
Dalam perang itu kaum adat terdesak dan meminta bantuan kepada Belanda pada 1821.Maka pecahlah perang antara Belanda-kaum adat melawan kaum Padri di Minagkabau. Golongan adat menyerahkan wilayah Minangkabau kepada Belanda. Padahal golongan adat tidak memiliki kekuasaan secara riil. Belanda melancarkan serangan yang pertama ke kubu-kubu pertahanan kaum Padri. Belanda berhasil mengusir golongan Padri dari wilayah Kesultanan Pagaruyung. Tak lama kemudian Belanda membangun Benteng Fort De Kock dan Fort Van Der Capellen untuk menghadapi perlawanan golongan Padri. Namun keterlibatan Belanda dalam sengketa antara golonganPadri dan golongan adat membuat keadaan semakin rumit dan sulit. Sementara itu golongan adat membangun kubu pertahanan di Lintau.
Pada tahun 1833 Kaum adat bersekutu dengan kaum Padri dalam perang melawan Belanda. Pada Januari 1825 Belanda dan golongan Padri menandatangani perjanjian Masang karena saat itu di Jawa terjadi Perang Diponegoro yang mengelurakan banyak biaya perang.
Pada 1832 Belanda mengalahkan golongan Padri meskipun golongan Padri mendapatkan bantuan dari Aceh. Pada 1833 Belanda melancarkan serangan-serangan baru terhadap golongan Padri di Minangkabau. Untuk mempersempit ruang gerak golongan Padri, Belanda menutup pesisir barat Minangkabau yang merupakan garis bantuan ekonomi dan merupakan pintu gerbang perdagangan Minangkabau.
Pada 1837 Belanda merebut kubu pertahanan golongan Padri di Bonjol yang mengakhiri perlawanan golongan Padri di Minangkabau. Namun, Tuanku Imam Bonjol berhasil melarikan diri. Tetapi perlawanan golongan Padri terhadap Belanda terus berlanjut pada tahun 1838 di bawah pimpinan Tuanku Tambusai di Dalu Dalu. Namun Belanda juga berhasil menumpas perlawanan itu.
Sejak berakhirnya Perang Padri Belanda secara resmi mulai berkuasa di Minangkabau.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar