Kesultanan Deli Kesultanan Melayu dari Sumatera Utara
Kesultanan Deli adalah salah satu Kesultanan Melayu yang berasal dari Sumatera Utara. Pusat pemerintahan Kesultanan Melayu Deli ada dua yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan. Menurut informasi yang dikutip dari kompas.com dan wikipedia.org Kesultanan Melayu Deli Serdang yang berada di pesisir timur Sumatera Utara ini didirikan oleh Tuanku Panglima Gocah Pahlawan pada tahun 1632. Dahulu Kesultanan Deli merupakan vasal ( Kesultanan Melayu taklukkan ) Kesultanan Aceh Darussalam dan kemudian Kesultanan Melayu Siak Sri Indrapura dari Riau.
Barulah pada abad ke-19, Belanda yang menjajah Kesultanan Deli " membebaskan " Kesultanan Deli dari kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam dan Kesultanan Siak Sri Indrapura dari Riau. Selain sebagai wilayah kekuasaan Kesultanan Acveh Darussalam dan Kesultanan Melayu Siak Sri Indrapura, Kesultanan Deli juga pernah menjadi wilayah kekuasaan Belanda pada tahun 1858. Kemudian Belanda mengadakan perjanjian perdagangan tembakau dengan Sultan Deli yang dikenal dengan nama Tembakau Deli pada tahun 1863.
Menurut informasi yang yang dikutip dari kompas.com dan wikipedia.org sejarah berdirinya Kesultanan Melayu Deli Serdang tak lepas dari perluasan wilayahy yang dilakukan oleh Kesultanan Aceh Darussalam di wilayah Sumatera Utara.
Pada tahun 1632 Sultan Aceh Darussalam mengangkat Tuanku Panglima Gocah Pahlawan sebagai wakil Kesultanan Aceh Darussalam di wilayah Kerajaan Aru di Sumatera Utara. Pada waktu itu, ada empat Raja Batak Karo yang sudah menganut agama Islam.
Pada waktu itu keempat Raja Batak Karo yang Muslim itu sepakat untuk menobatkan Tuanku Panglima Gocah Pahlawan sebagai Sultan Deli yang pertama. Peristiwa itu menandai awal berdirinya Kesultanan Melayu Deli dengan Tuanku Panglima Gocah pahlawan sebagai Sultan Deli yang pertama.
Daftar Sultan Deli
Tuanku Panglima Gocah Pahlawan ( 1632-1669 )
Tuanku Panglima Perunggit ( 1669-1698 )
Tuanku Panglima Paderap ( 1698-1723 )
Tuanku Panglima Pasutan ( 1723-1761 )
Tuanku Panglima Gandar Wahid ( 1761-1805 )
Sultan Amaluddin Mangendar ( 1805-1850 )
Sultan Osman Perkasa Alam Syah ( 1850-1858 )
Sultan Mahmud Al Rashid Perkasa Alamsyah ( 1858-1873 )
Sultan Mahmud Al Rashid Perkasa Alam Syah ( 1873-1924 )
Sultan Amaluddin Al Sani Perkasa Alam Syah ( 1924-1945 )
Sultan Osman Al Sani Perkasa Alam Syah ( 1945-1967 )
Sultan Azmy Perkasa Alam Alhaj ( 1967-1998 )
Sultan Otteman Mahmud Perkasa Alam ( 1998-2005 )
Sultan Mahmud Al-Manjiji Perkasa Alam ( 2005-sekarang )
Dalam perkembangan berikutnya Kesultanan Deli terbagi menjadi Kesultanan Deli dan Kesultanan Serdang akibat perebutan tahta di internal Kesultanan Deli antara dua putra Sultan Deli, Tuanku Panglima Paderap, yaitu Tuanku Panglima Pasutan dan Tuanku Umar Johan Alam Syah. Tuanku Umar Johan Alam Syah mendirikan Kesultanan Serdang pada tahun 1723.
Pada masa pendudukan Jepang selama Perang Dunia Kedua, Jepang hampir-hampir tidak melakukan perubahan apapun terhadap Kesultanan Deli. Pada saat itu Jepang menempatkan Kesultanan Deli dibawah syu ( Residen yang dikepalai oleh seorang Jepang dan seorang Indonesia asisten residen ). Jepang masih mengakui eksistensi Kesultanan-Kesultanan Melayu yang ada di Sumatera Utara.
Balatentara Jepang membagi Sumatera Timur ( kini menjadi bagian dari Sumatera Utara ) yang dihuni oleh etnis Melayu menjadi 5 konsentrasi militer yaitu Binjai, Sunagai Karang ( Galang ), Dolok Merangir, Kisaran, dan Perkebunan Wingfoot.
Pada tahun 1946 terjadi Revolusi Anti Kesultanan Melayu di Sumatera Utara yang didalangi oleh Partai Komunis Indonesia ( PKI ). Pada saat itu PKI menganggap para Kesultanan Melayu di Sumatera Utara itu merupakan bentuk feodalisme dan antek Belanda. Para Sultan Melayu itu dianggap sebagai antek Belanda karena menandatangani sejumlah perjanjian tentang perdagangan karet, tembakau, dan minyak bumi yang membuat Kesultanan Melayu di Sumatera Utara itu menjadi kaya raya.
Revolusi sosial yang dilakukan oleh PKI saat itu bermula dari Kesultanan Asahan kemudian berlanjut ke Kesultanan Deli. Namun Sultan Deli dan keluarganya pada waktu itu selamat karena istana Sultan Deli dijaga ketat oleh TNI ( Tentara Nasional Indonesia ) dan adanya pertahanan tentara Belanda dan Inggris di Medan.
Referensi lainnya :
Buku Paradoks amir Hamzah Penerbit buku Tempo dan KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia ) Jakarta 2017.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar