Babad Diponegoro

       


Menurut informasi yang dikutip dari bobo.grid.id dan sejarawan Inggris Peter Carey dalam bukunya Sisi Lain Diponegoro Babad Kedung Kebo dan Historiografi Perang Jawa ( 2017 ) menyebutkan bahwa Pangeran Diponegoro pernah menceritakan kehidupannya dan perjuangannya dalam Babad Diponegoro. Dia menulis Babad Diponegoro saat dalam pengasingan di Manado, Sulawesi Utara, pada tahun 1852-1853. 

Catatan di atas kertas ini ditulis dalam Bahasa Jawa dan menggunakan aksara Arab ( Pegon ). Ada 4 bagian besar dari buku yang terdiri dari 115 halaman ini. Naskah ini kemudian disalin dalam Bahasa Jawa dan sudah diterjemahkan ke dalam Bahasa Belanda.  Ceriata Babad Diponegoro ini awali dengan Sejarah Kerajaan Majapahit hingga Kesultanan Mataram pada masa pemerintahan Panembahan Senopati hingga pecahnya Kesultanan Mataram menjadi Kasunanan Solo dan Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Solo dan Mangkunegaran. Cerita ini kemudian berlanjut hingga kehidupan Pangeran Diponegoro dan perang yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro melawan Belanda. Pada bagian cerita tentang Pangeran Diponegoro ditulis dalam macapat. Dalam macapat ini Pangeran Diponegoro menampilkan dinya sebagai orang ketiga. 

Cerita ini berakhir pada pertemuan antara Pangeran Diponegoro dengan panglima tentara Belanda Letnan Jenderal Hendrik Merkus Baron De Kock di rumah residen Belanda di Magelang, Jawa Tengah. Pertemuan ini berakhir dengan penangkapan Pangeran Diponegoro. Kemudian Belanda mengasingkannya ke Batavia dan kemudian ke Sulawesi Utara.  

Pada tahun 2012 Perpustakaan Nasional RI dan lembagadi Belanda mengajukan Babad Diponegoro sebagai Situs Ingatan Dunia ( Memory of The World ) kepada UNESCO.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Lebih Dekat Bahasa Melayu Dialek Champa Di Kamboja Dan Vietnam

Bahasa Melayu di Singapura