Pertempuran Di Jakarta Pada Awal Kemerdekaan Indonesia

 

   

   Setelah tentara Jepang angkat kaki dari Indonesia, proklamasi kemerdekaan Indonesia yang baru saja diproklamirkan oleh dwitunggal Soekarno-Hatta menghadapi berbagai macam cobaan sebab pada masa itu dimulai era yang dikenal dengan sebutan Perang Mempertahankan Kemerdekaan. Perang Mempertahankan Kemerdekaan ini disebabkan oleh pendaratan tentara Inggris di berbagai wilayah di Jawa dan Sumatera tak terkecuali Jakarta. Pada saat itu keamanan Ibukota Republik Indonesia di Jakarta semakin tak terkendali setelah pendaratan tentara Belanda yang diboncengi oleh tentara Inggris. 

Pada saat itu pula terjadi pertempuran antara tentara Belanda-Inggris dengan para pejuang kita di berbagai tempat di Jakarta dimulai dari Tanjung Priok, Penjaringan , Senen, Tanah Abang, Sawah Besar, Krekot, Matraman, Jatinegara, Klender, Cililitan, Pasar Minggu hingga Kebayoran Baru.  

 Pada masa itu antara bulan Oktober hingga Desember 1945 terjadi pembunuhan massal orang2 Indo Belanda, Ambon, Flores ( Nusa Tenggara Timur ), Minahasa ( Manado ), dan Cina di Jakarta karena dianggap sebagai antek Belanda

 Menurut info yang dikutip dari Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jakarta setiap hari terjadi penembakan dan pembunuhan yang dilakukan oleh tentara Belanda terhadap penduduk sipil Indonesia dan juga percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh tentara Belanda terhadap Ketua BP-KNIP ( Badan Permusyawaratan Komite Nasional Indonesia Pusat ) Mr. Muhammad Rum ( 21 November 1945 ), Menteri Pertahanan Mr. Amir Syarifuddin ( 26 Desember 1945 ), dan Perdana Menteri RI Sutan Syahrir ( 28 Desember 1945 dan 2 Januari 1946 ). Melihat kondisi itu menyebabkan Jakarta menjadi tidak aman dan tidak dapat berfungsi sebagai ibukota RI dengan baik. Oleh sebab itu pada tanggal 3 Januari 1946 Sidang Kabinet Sutan Syahrir memutuskan untuk mencari wilayah yang relatif kondusif dari segi keamanan agar roda pemerintahan RI dapat berjalan lancar. Maka sidang itu memtuskan untuk memilih Kota Yogyakarta sebagai ibukota RI.

 4 Januari 1946 senja sederetan gerbong kereta api yang kosong perlahan-lahan tanpa suara ditarik oleh lokomotif dari Stasiun Kereta Api Manggarai Jakarta lalu berhenti Jalan Pegangsaan Timur 56, kediaman resmi Bung Karno. Sebuah gerbong sengaja dipisahkan. Gerbong-gerbong itu mengangkut Bung Karno dan Bung Hatta beserta keluarga mereka dan beberapa menteri ke Yogyakarta. Setibanya di Kota Yogyakarta mereka disambut oleh Sultan Yogyakarta, Hamengkubuwono IX, dan Paku Alam VIII. Sementara itu Sutan Syahrir tetap tinggal di Jakarta untuk menjalin komunikasi dengan dunia internasional demi perjuangan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Lebih Dekat Bahasa Melayu Dialek Champa Di Kamboja Dan Vietnam

Bahasa Melayu di Singapura